Sejak bulan awal bulan Oktober 2013 catatan buku kerja saya mencatat bahwa harga singkong dilampung semakin ambles, melorot, tak kunjung berhenti. Titik puncak terendah harga singkong adalah pada awal bulan Desember 2013 dimana harga singkong mencapai Rp. 700,- per Kg, dimana harga tersebut adalah harga di pabrik belum dikurangi dengan potongan kardar air, ongkos angkut dan ongkos panen. Saat ini jika di kurangi dengan ongkos panen Rp. 50,- per kg dan ongkos angkut Rp.90,- per kg makan penghasilan bersih sebelum potongan kadar adalah sekitar Rp.550,- harga yang kurang menggairahkan untuk para petani.
Begitu juga dengan saya saat ini nampak pada gambar diatas bahwa singkong saya tersebut sudah masanya untuk dipanen, akan tetapi harga terakhir di pertengahan bulan Januari 2014 adalah Rp.840,-per kg yang artinya harga bersih sebelum potongan kadar adalah sekitar Rp. 690,- per kg. Dengan terpaksa saya harus lebih sabar lagi untuk dapat memanen singkong saya agar saya dapat memperoleh hasil yang saya harapkan dari rencana awal, yang sejatinya singkong sudah harusnya di panen bulan Desember 2013 yang lalu, tentunya dengan resiko yang ada, mengingat saat ini curah hujan sangat deras dan rapat sehingga akan dapat mengakibatkan singkong busuk.
Ini adalah pengalaman pertama saya menjadi seorang petani, yang memang betapa sulit petani melangkah, dari mulai mencari lahan, mengolah lahan, penanaman dan perawatan sampai dia dapat dipanen dan tidak sampai di situ saja, kita juga dihadapkan dengan gejolak harga panenan yang kadang membuat kita rugi atau tidak sesuai dengan hitungan kita diatas kertas. Semoga harga singkong akan kian membaik dan singkong saya tidak rusak karena gejala alam.
salam petani.
by : esawe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar